NEGARA, WARGA NEGARA, DAN KONSTITUSI

BAB III 

NEGARA, WARGA NEGARA, DAN KONSTITUSI 

A. Negara

1. Pengertian Negara 

Negara berasal dari kata: staat, state, yang diambil dari kata bahasa Latin status

atau statum, yang berarti keadaan yang tetap dan tegak atau sesuatu yang memiliki 

sifat tetap dan tegak. Secara termonologi, negara dapat diartikan sebagai organisasi 

tertinggi di atara suatu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, 

hidup di dalam daerah tertentu dan mempunyai pemrintahan yang berdaulat. 

Menurut Sokrates, Plato dan Aristoteles, konsep negara telah muncul dimulai 400 

tahun sebelum masehi. Adanya negara di dalam masyarakat itu didorong oleh dua hal, 

yaitu manusia sebagai makhluk sosial (animal social/homo socius) dan manusia 

sebagai makhluk politik (animal politicum/zoon politicon). Sedangkan menurut 

Thomas Hobbes, adanya negara itu diperlukan karena negara merupakan tempat 

berlindung bagi individu, kelompok, dan masyarakat yang lemah dari tindakan 

individu, kelompok, dan masyarakat, maupun penguasa yang kuat (otoriter), sebab 

manusia dengan manusia lainnya memiliki sifat seperti serigala, serigala bagi manusia 

lainnya (homo homini lupus). 





Dalam pengertian yang sederhana, negara dapat dipahami sebagai suatu organisasi 

kekuasan dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama 

mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang 

mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia. 





2. Unsur-unsur Negara 

Dari beberapa pengertian negara sebagaimana tersebut di atas, kita dapat 

mengidentifikasi beberapa unsur negara. Secara teoretis, unsur negara dapat dibedakan 

menjadi unsur konstitutif dan unsur deklaratif. 

Pertama, unsur konstitutif adalah unsur pembentuk yang harus dipenuhi agar 

terbentuk negara. Unsur ini terdiri atas: 

a. Wilayah, yaitu daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat 

tinggal bagi rakyat negara. Wilayah juga menjadi sumber kehidupan rakyat negara. 

Wilayah negara mencakup darat, laut, dan udara. 

b. Rakyat, yaitu orang-orang yang bertempat tinggal di wilayah itu, tunduk pada 

kekuasaan negara dan mendukung negara yang bersangkutan.  

c. Pemerintahan yang berdaulat, yaitu adanya penyelenggara negara yang memiliki 

kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan di negara tersebut. Pemerintah 

tersebut memiliki kedaulatan baik ke dalam mau pun keluar. Kedaulatan ke dalam 

berarti negara memiliki kekuasaan untuk ditaati oleh rakyatnya. Kedaulatan keluar 

berarti negara mampu mempertahankan diri dari serangan negara lain. 

Kedua, unsur deklaratif adalah unsur yang sifatnya menyatakan, bukan mutlak 

harus dipenuhi. Unsur ini terdiri atas: 

a. Tujuan negara 

b. Undang Undang Dasar 

c. Pengakuan dari negara lain, baik secara “de jure” maupun “de facto.” Sebagai 

contoh, Pemerintah Mesir mengakui kedaulatan pemerintah RI atas Indonesia pada 

22 Maret 1946. Dengan begitu Mesir tercatat sebagai negara pertama yang 

mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah itu menyusul Syria, Iraq, 

Lebanon, Yaman, Saudi Arabia dan Afghanistan. Selain negara-negara tersebut, 

Liga Arab juga berperan penting dalam Pengakuan RI. Secara resmi keputusan 

sidang Dewan Liga Arab tanggal 18 November 1946 menganjurkan kepada semua 

negara anggota Liga Arab supaya mengakui Indonesia sebagai negara merdeka 

yang berdaulat. Alasan Liga Arab memberikan dukungan kepada Indonesia 

merdeka didasarkan pada ikatan keagamaan, persaudaraan serta kekeluargaan. 

d. Masuknya negara tersebut ke dalam PBB. Indonesia bergabung ke dalam 

Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada 28 September 1950. Karena adanya konflik 

antara Indonesia dan Malaysia dan setelah Malaysia terpilih untuk masuk Dewan 

Keamanan PBB, Soekarno menarik Indonesia dari PBB pada tanggal 20 Januari 

1965. Pada saat kepemimpinan Suharto pada tahun 1966, Indonesia kembali 

meminta masuk keanggotaan PBB melalui pesan yang disampaikan kepada 

Sekretaris Jendral




3. Sifat-sifat Negara 

Negara memiliki sifat-sifat khusus sebagai manifestasi dari kedaulatan yang 

dimilikinya dan yang hanya terdapat pada negara saja, tidak terdapat pada asosiasi 

atau organisasi lainnya. Secara umum, setiap negara memiliki sifat memaksa, 

memonopoli, dan mencakup semua (Budiardjo, 1998). 

a. Memaksa, agar peraturan perundang-undangan ditaati dan dengan demikian 

penertiban dalam masyarakat tercapai serta timbulnya anarki dicegah, maka negara 

memiliki kekuasaan untuk memaksakan kehendak dan kekuasaannya untuk 

menyelenggarakan ketertiban, baik dengan memakai kekerasan fisik maupun  

melalui jalur hukum (legal). Sarana untuk itu adalah polisi, tentara, dan 

sebagainya. 

b. Memonopoli, artinya negara memiliki hak menetapkan tujuan bersama masyarakat. 

Dalam hal ini, negara memiliki hak untuk melarang sesuatu yang bertentangan dan 

menganjurkan sesuatu yang dibutuhkan masyarakat. 

c. Mencakup semua (all encompassing, all embracing, totaliter), artinya semua 

peraturan dan kebijakan negara berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. 





4. Fungsi dan Tujuan Negara 

Fungsi negara dapat dikatakan juga sebagai tugas negara. Negara sebagai 

organisasi kekuasaan dibentuk untuk menjalankan tugas-tugas tertentu. Beberapa ahli 

merumuskan fungsi negara dalam sudut pandang yang berbeda. John Locke, 

membedakan fungsi negara menjadi tiga fungsi, yaitu: Fungsi legislatif (membuat 

peraturan), fungsi eksekutif (melaksanakan peraturan), dan fungsi federatif (mengurusi 

urusan luar negeri dan urusan perang dan damai). 

Montesquieu juga mengemukakan tiga fungsi negara, yang populer dengan nama 

Trias Politica, yaitu: fungsi legislatif (yaitu membuat undang-undang), fungsi 

eksekutif (melaksanakan undang-undang) dan fungsi yudikatif (untuk mengawasi agar 

semua peraturan ditaati atau fungsi mengadili). 

Menurut Miriam Budiarjdjo, pada dasarnya fungsi pokok negara terbagi menjadi 

empat bagian, yaitu: 

a. Melaksanakan penertiban (law and order) untuk mencapai tujuan bersama dan 

mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat. Dalam fungsinya ini, dapat 

dikatakan bahwa negara bertindak sebagai stabilisator. 

b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Fungsi ini dijalankan 

dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang. 

c. Pertahanan, hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. 

Untuk ini negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan. 

d. Menegakkan keadilan. Hal ini dilaksanakan melalui badan-badan pengadilan. 

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan fungsi negara sebagai berikut: 

a. Pertahanan dan keamanan: negara melindungi rakyat, wilayah dan pemerintahan 

dari ancaman, tantangan, hambatan, gangguan. 

b. Pengaturan dan ketertiban: membuat undang-undang, peraturan pemerintah. 

c. Kesejahteraan dan kemakmuran: mengeksplorasi sumber daya alam dan dumber 

daya manusia untuk kesejahteraan dan kemakmuran.  

d. Keadilan menurut hak dan kewajiban: menciptakan dan menegakan hukum 

dengan tegas dan tanpa pilih kasih. 





B. Kewarganegaraan

1. Pengertian Kewarganegaraan 

Istilah Warga Negara lebih sesuai dengan kedudukannya seorang merdeka 

dibandingkan dengan seorang hamba atau kawula negara, karena Warga Negara 

mengandung arti anggota atau atau warga dari suatau negara, yaitu peserta yang 

didirikan dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar 

tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama. 

Warga Negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu 

dalam hubungannya dengan negara. Dalam hubungan antara Warga Negara dengan 

negara, Warga Negara mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap negara dan 

sebaliknya Warga Negara juga mempunyai hak-hak yang harus diberikan dan 

dilindungi oleh negara. 

Menurut Hikam, Warga Negara merupakan terjemahan dari citizenship adalah 

anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Secara singkat, 

Koerniatmanto, mendefinisikan Warga Negara dengan anggota negara. Sebagai 

anggota negara, seorang Warga Negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap 

negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik 

terhadap negaranya. 

Dalam pengertian Warga Negara secara umum dinyatakan bahwa Warga Negara 

merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. 

Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap 

negaranya. Berdasarkan pada pengertian tersebut, maka adanya hak dan kewajiban 

Warga Negara terhadap negaranya merupakan sesuatu yang niscaya ada. 

Dalam konteks Indonesia, hak Warga Negara terhadap negaranya telah diatur 

dalam UUD 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang merupakan derivasi dari hakhak umum yang digariskan dalam UUD 1945. di antara hak-hak Warga Negara yang 

dijamin dalam UUD adalah hak asasi manusia yang rumusan lengkapnya tertuang 

dalam pasal 26, 27, 28 dan 30, 31, yaitu sebagai berikut: 

a. Pasal 26 ayat (1) yang menjadi Warga Negara adalah orang-orang bangsa 

Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang 

sebagai Warga Negara. Pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan 

ditetapkan dengan undang-undang.  

b. Pasal 27, ayat (1) Segala Warga Negara bersamaan dengan kedudukannya di 

dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan 

itu dengan tidak ada kecualinya. Pada ayat (2), Tiap-tiap Warga Negara berhak 

atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 

c. Pasal 28, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan 

lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. 

d. Pasal 30 ayat (1) Tiap-tiap Warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha 

pembelaa negara. dan ayat (2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan 

undang-undang. 

e. Pasal 31 ayat (1) Tiap-tiap Warga Negara berhak mendapat pengajaran. 

Menurut UU No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Indonesia, yang 

dimaksud Warga Negara Indonesia adalah sebagai berikut: 

a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau 

berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum 

Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia; 

b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga 

Negara Indonesia; 

c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara 

Indonesia dan ibu Warga Negara asing; ketentuan ini berakibat anak 

berKewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah 

kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu Kewarganegaraannya. 

d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara asing 

dan ibu Warga Negara Indonesia; ketentuan ini berakibat anak 

berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah 

kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu Kewarganegaraannya. 

e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara 

Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai Kewarganegaraan atau hukum negara 

asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut; 

f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya 

meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia; 

g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara 

Indonesia; 

h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara asing 

yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan 

pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun 

atau belum kawin; 

i. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak 

jelas status Kewarganegaraan ayah dan ibunya; 

j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia 

selama ayah dan ibunya tidak diketahui; 

k. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya 

tidak mempunyai Kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya; 

l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah 

dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak 

tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan; 

berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) 

tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu 

kewarganegaraannya. 

m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan 

kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum 

mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. 

2. Asas-asas Kewarganegaraan 

Dalam berbagai literatur hukum dan dalam praktik, dikenal adanya tiga asas 

Kewarganegaraan, masing-masing adalah ius soli, ius sanguinis, dan asas campuran. 

Dari ketiga asas itu, yang dianggap sebagai asas yang utama ialah asas ius soli dan ius 

sanguinis (Asshiddiqie, 2006). 

Asas ius soli (asas kedaerahan) ialah bahwa kewarganegaraan seseorang 

ditentukkan menurut tempat kelahirannya. Seseorang dianggap berstatus Warga 

Negara dari Negara A, karena ia dilahirkan di Negara A tersebut. Sedangkan asas ius 

sanguinis dapat disebut sebagai asas keturunan atau asas darah. Menurut prinsip yang 

terkandung dalam asas kedua ini, Kewarganegaraan ditentukkan dari garis keturunan 

orang yang bersangkutan. Seseorang adalah Warga Negara A, karena orang tuanya 

adalah Warga Negara A. 

Pada saat sekarang, dimana hubungan antarnegara berkembang semakin mudah 

dan terbuka, dengan sarana transportasi, perhubungan, dan komunikasi yang sudah 

sedemikian majunya, tidak sulit bagi setiap orang untuk bepergian ke mana saja. Oleh 

karena itu, banyak terjadi bahwa seseorang Warga Negara dari Negara A berdomisili 

di negara B. Kadang-kadang orang tersebut melahirkan anak di negara tempat dia 

berdomisili. Dalam kasus demikian, jika yang diterapkan adalah asas ius soli, maka  

akibatnya anak tersebut menjadi Warga Negara dari negara tempat domisilinya itu, 

dan dengan demikian putuslah hubungannya dengan negara asal orang tuanya. Karena 

alasan-alasan itulah maka dewasa ini banyak negara yang telah meninggalkan 

penerapan asas ius soli, dan berubah menganut asas ius sanguinis. 

Dianutnya asas ius sanguinis ini besar manfaatnya bagi negara-negara yang 

berdampingan dengan negara lain (neighboring countries) yang dibatasi oleh laut 

seperti negara-negara Eropa Kontinental. Di negara-negara demikaian ini, setiap orang 

dapat dengan mudah berpindah-pindah tempat tinggal kapan saja menurut kebutuhan. 

Dengan asas ius sanguinis, anak-anak yang dilahirkan di negara lain akan tetap 

menjadi Warga Negara dari negara asal orang tuanya. Hubungan antara negara dan 

Warga Negaranya yang baru lahir tidak terputus selama orang tuanya masih tetap 

menganut Kewarganegaraan dari negara asalnya. 

Sebaliknya, bagi negara-negara yang sebagian terbesar penduduknya berasal dari 

kaum imigran, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Kanada, untuk tahap pertama 

tentu akan terasa lebih menguntungkan apabila menganut apabila menganut asas ius 

soli ini, bukan asas ius sangunis. Dengan lahirnya anak-anak dari para imigran di 

negara-negara tersebut akan menjadi putuslah hubungannya dengan negara asal orang 

tuanya. Oleh karena itu, Amerika Serikat menganut asas ius soli ini, sehingga banyak 

mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Amerika Serikat, apabila melahirkan anak, 

maka anaknya otomatis mendapatkan status sebagai Warga Negara Amerika Serikat. 

Sehubunga denga kedua asas tersebut, setiap negara bebas memilih asas mana 

yang hendak dipakai dalam rangka kebijakan Kewarganegaraan untuk menentukan 

siapa saja yang diterima sebagai Warga Negara dan siapa yang bukan Warga Negara, 

Setiap negara mempunyai kepentingan sendiri-sendiri berdasarkan latar belakang 

sejarah yang tersendiri pula, sehingga tidak semua negara menganggap bahwa asas 

yang satu lebih baik daripada asas yang lain. Dapat saja terjadi, di suatu negara, yang 

dinilai lebih menguntungkan adalah asas ius soli, tetapi di negara yang lain justru asas 

ius sanguinis yang dianggap lebih menguntungkan. Bahkan dalam perkembangan di 

kemudian hari, timbul pula kebutuhan baru berdasarkan pengalaman di berbagai 

negara bahwa kedua asas tersebut harus diubah dengan asas yang lain atau harus 

diterapkan secara bersamaan untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan 

double-citizenship atau dwi-Kewarganegaraan (bipatride). 

Namun demikian, dalam praktik, ada pula negara yang justru menganut keduaduanya, karena pertimbangan lebih menguntungkan bagi kepentingan negara yang 

bersangkutan. Misalnya, India dan Pakistan temasuk negara yang sangat menikmati 

kebijakan yang mereka terapkan dengan sistem dwi-Kewarganegaraan. Sistem yang 

terakhir inilah yang biasa dinamakan sebagai asas campuran. Asas yang bersifat 

campuran, sehingga dapat menyebabkan terjadinya apatride atau bripatride. Dalam 

hal demikian, yang ditoleransi biasanya adalah keadaan bipatride, yaitu keadaan dwi 

Kewarganegaraan.

Bagaimana dengan Indonesia? Dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang 

Kewarganegaraan Republik Indonesia, asas-asas yang dipakai dalam 

Kewarganegaraan Indonesia meliputi: 

a. Asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan Kewarganegaraan seseorang 

berdasarkan keturunan bukan negara tempat kelahiran; 

b. Asas ius soli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan Kewarganegaraan 

berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diperuntukkan terbatas bagi anak-anak 

sesuai dengana ketentuan yang diatur dalam undang-undang; 

c. Asas Kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu 

Kewarganegaraan bagi setiap orang; 

d. Asas Kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan 

Kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur 

dalam undang-undang ini. 

3. Hak dan Kewajiban Warga Negara 

Hak Warga Negara adalah sesuatu yang dapat dimiliki oleh Warga Negara dari 

negaranya. Hak Warga Negara dapat juga disebut sebagai hak konstitusional Warga 

Negara (citizen’s constitutional right), yaitu hak Warga Negara yang secara 

konstitusional diatur dalam konstitusi atau perundang-undangan. Sedangkan 

kewajiban Warga Negara adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh Warga Negara. 

Kewajiban Warga Negara ini juga ditetapkan oleh konstitusi atau perundangundangan. Lalu apa saja hak Warga Negara Indonesia itu? Dalam ketentuan UUD 

1945 dirumuskan hak-hak yang dimiliki Warga Negara Indonesia sebagai berikut: 

a. Hak memperoleh kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan: 

“Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan 

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak 

ada kecualinya” (Pasal 27 ayat 1). 

b. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak: “Tiap Warga Negara berhak 

atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” (Pasal 27 ayat 2). 

c. Hak dalam pembelaan negara: “Setiap Warga Negara berhak dan wajib ikut serta 

dalam upaya pembelaan negara.” (Pasal 27 ayat 3). 

d. Hak berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran: “Kemerdekaan berserikat 

dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya 

ditetapkan dengan undang-undang.” (Pasal 28). 

e. Hak kemerdekaan memeluk agama: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang 

Maha Esa.” (Pasal 29 ayat 1), dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap 

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut 

agamanya dan kepercayaannya itu.” (Pasal 29 ayat 2). 

f. Hak mendapatkan pendidikan: “Setiap Warga Negara berhak mendapat 

pendidikan.” (Pasal 31 ayat 1). 

g. Hak untuk mendapatkan Kesejahteraan sosial: Pasal 33 UUD 1945 ayat (1), (2), 

(3), (4), dan (5): 

1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 

2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat 

hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 

3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh 

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi 

dengan prinsip kebersamaan, effisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan 

lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan 

kesatuan ekonomi nasional. 

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undangundang. 

h. Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar 

dipelihara oleh Negara.” (Pasal 34 ayat 1) 

Disamping mengatur tentang hak-hak yang dimiliki setiap Warga Negara, 

ketentuan UUD 1945 juga mengatur tentang kewajiban Warga Negara Indonesia 

sebagai berikut: 

a. Wajib menaati hukum dan pemerintahan: “Segala Warga Negara bersamaan 

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum 

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” (Pasal 27 ayat 1). 

b. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara: “Setiap Warga Negara berhak 

dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” (Pasal 27 ayat 3). 

c. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara: “Tiap-tiap Warga 

Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan 

negara.” (Pasal 30 ayat 1). 

d. Wajib mengikuti pendidikan dasar: “Setiap Warga Negara wajib mengikuti 

pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” (Pasal 31 ayat 2). 

4. Hubungan Negara dengan Warga Negara

Bentuk hubungan Warga Negara dan negara, antara lain: 

a. Hubungan yang bersifat emosional: wujud hubungan wargangera dengan negara di 

diperlukan pembekalan berupa nilai-nilai yang memungkinkan tumbuh pada 

mahasiswa yang antara lain; bangga terhadap negara bangsanya, cinta negara 

bangsanya, rela berkorban untuk negara bangsanya. 

b. Hubungan yang bersifat formal: hubungan di perlukan seperangkat pengetahuan, 

antara lain; ilmu ketata negaraan, sejarah perjuangan bangsa, administrasi negara 

dan politik. 

c. Hubungan yang bersifta fungsional: wujudnya lebih banyak menggambarkan 

peranan dan fungsi Warga Negara dalam masyarakat. Berbangsa dan bernegara 

serta bagaimana partisipasi Warga Negara dalam kehidupan bernegara. 

5. Hubungan Negara dan Agama

Dalam hubungan negara dan agama dapat dilihat beberapa paham sebagai berikut: 

a. Paham Teokrasi bahwa negara menyatu dengan agama, karena pemerintahan di 

jalankan menurut firman-firman Tuhan. 

b. Paham Sekuler bahwa norma hukum ditetapkan berdasarkan kesepakatanbersama 

dan tidak berdsarkan firman-firman Tuhan 

c. Paham Komunisme yaitu dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan 

masyarakat negara. dan agama sebagai sesuatu yang terpisah dari suatu negara. 





C. Konstitusi 

1. Konstitusi dan Undang-Undang Dasar 

Kata Konstitusi yang berarti pembentukan, berasal dari kata “constituer” 

(Perancis) yang berarti membentuk. Sedangkan istilah Undang-Undang Dasar 

merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “grondwet,” “grond” berarti dasar, dan 

“wet” berarti undang-undang. Jadi grondwet sama dengan undang-undang dasar. 

Namun dalam kepustakaan Belanda dikenal pula istilah “constitutie” yang artinya juga 

undang-undang dasar. Dalam kepustakaan hukum di Indonesia juga dijumpai istilah 

Hukum Dasar. Hukum memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan 

undang-undang. Kaidah hukum bisa tertulis dan bisa tidak tertulis, sedangkan undangundang menunjuk pada aturan hukum yang tertulis. 

35 

Atas dasar pemahaman tersebut, konstitusi disamakan pengertiannya dengan 

hukum dasar, yang berarti sifatnya bisa tertulis dan tidak tertulis. Sedangkan undangundang dasar adalah hukum dasar yang tertulis atau yang tertuang dalam suatu 

naskah/dokumen. Dengan demikian undang-undang dasar merupakan bagian dari 

konstitusi. Sedangkan di samping undang-undang masih ada bagian lain dari hukum 

dasar yakni yang sifatnya tidak tertulis, dan biasa disebut dengan konvensi atau 

kebiasaan ketatanegaraan. Konvensi ini merupakan aturan-aturan dasar yang timbul 

dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara walaupun tidak tertulis. 





2. Unsur-unsur Konstitusi 

Undang-undang dasar atau konstitusi negara tidak hanya berfungsi membatasi 

kekuasaan pemerintah, akan tetapi juga menggambarkan struktur pemerintahan suatu 

negara. Menurut Savornin Lohman dalam (Lubis, 1982), ada tiga unsur yang terdapat 

dalam konstitusi yaitu: 

a. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial), 

sehingga menurut pengertian ini, konstitusikonstitusi yang ada merupakan hasil 

atau konklusi dari persepakatan masyarakat untuk membina negara dan 

pemerintahan yang akan mengatur mereka. 

b. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia, berarti 

perlindungan dan jaminan atas hak-hak manusia dan Warga Negara yang sekaligus 

penentuan batas-batas hak dan kewajiban baik warganya maupun alat-alat 

pemerintahannya. 

c. Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan pemerintahan. 

Pendapat lain dikemukakan oleh Sri Sumantri dalam (Chaidir, 2007), yang 

menyatakan bahwa materi muatan konstitusi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 

a. Pengaturan tentang perlindungan hak asasi manusia dan Warga Negara, 

b. Pengaturan tentang susunan ketatanegaraan suatu negara yang mendasar, 

c. Pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar. 

Dari beberapa pendapat sebagaimana di atas, dapat dekemukakan bahwa unsurunsur yang terdapat dalam konstitusi modern meliputi ketentuan tentang: 

a. Struktur organisasi negara dengan lembaga-lembaga negara di dalamnya 

b. Tugas/wewenang masing-masing lembaga negara dan hubungan tatakerja antara 

satu lembaga dengan lembaga lainnya 

c. Jaminan hak asasi manusia dan Warga Negara. 





3. Perubahan Konstitusi 

Betapapun sempurnanya sebuah konstitusi, pada suatu saat konstitusi itu bisa 

ketinggalan jaman atau tidak sesuai lagi dengan dinamika dan perkembangan 

masyarakat. Karena itulah perubahan atau amandemen konstitusi merupakan sesuatu 

hal yang wajar dan tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang istimewa. Yang penting 

bahwa perubahan itu didasarkan pada kepentingan negara dan bangsa dalam arti yang 

sebenarnya, dan bukan hanya karena kepentingan politik sesaat dari golongan atau 

kelompok tertentu. 

Secara teoritik, perubahan undang-undang dasar dapat terjadi melalui berbagai 

cara. Strong menyebutkan empat macam cara perubahan terhadap undang-undang 

dasar, yaitu: 

a. Oleh kekuasaan legislatif tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu, 

b. Oleh rakyat melalui referendum, 

c. Oleh sejumlah negara bagian, khususnya untuk negara serikat, 

d. Dengan kebiasaan ketatanegaraan, atau oleh suatu lembaga negara yang khusus 

dibentuk untuk keperluan perubahan. 

Sedangkan Wheare (2010) mengemukakan bahwa perubahan konstitusi dapat 

terjadi dengan berbagai cara, yaitu: 

a. Perubahan resmi 

b. Penafsiran hakim 

c. Kebiasaan ketatanegaraan/konvensi. 

Sejak memasuki era reformasi muncul arus pemikiran tentang keberadaan UUD 

1945, yang sangat berbeda dengan pemikiran yang ada sebelumnya. Secara garis besar 

arus pemikiran tersebut dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut: 

a. UUD 1945 mengandung rumusan pasal yang membuka peluang timbulnya 

penafsiran ganda. 

b. UUD 1945 membawakan sifat executive heavy, yakni memberikan kekuasaan 

yang terlalu besar kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, 

sehingga kekuasaan yang lain yaitu legislatif dan yudikatif seakan-akan 

tersubordinasi oleh kekuasaan eksekutif. 

c. Sistem pemerintahan menurut UUD 1945 yang tidak tegas di antara sistem 

pemerintahan presidensiil dan sistem pemerintahan parlementer, sehingga ada 

yang menyebutnya sebagai sistem quasi presidensiil.  

d. Perlunya memberikan kekuasaan yang luas kepada pemerintah daerah untuk 

mengatur dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, agar daerah dapat 

mengembangkan diri sesuai dengan potensinya masing-masing. 

e. Rumusan pasal-pasal tentang hak asasi manusia yang ada dalam UUD 1945 dirasa 

kurang memadai lagi untuk mewadahi tuntutan perlindungan terhadap hak asasi 

manusia dan Warga Negara seiring dengan perkembangan global. 

Arus pemikian sebagaimana dikemukakan di atas kemudian mewarnai perubahan 

(amandemen) terhadap UUD 1945. Dengan demikian amandemen terhadap UUD 

1945 pada prinsipnya mengarah pada perubahan untuk menjawab persoalan-persoalan 

sebagaimana dikemukakan di atas.




 

Dengan adanya ketentuan pasal UUD 1945 yang dapat menimbulkan penafsiran 

ganda, telah dilakukan amandemen dengan menetapkan rumusan baru yang lebih jelas 

dan eksplisit. Misalnya masa jabatan presiden, sebelum amandemen dinyatakan bahwa 

“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya 

dapat dipilih kembali”. Dalam ketentuan tidak menyebutkan secara tegas dipilih 

kembali untuk berapa kali masa jabatan. 

Dengan demikian dimaknai bahwa seseorang dapat dipilih menjadi Presiden atau 

Wakil Presiden untuk beberapa kali masa jabatan tanpa batas. Dalam amandemen 

UUD 1945 dirumuskan secara tegas bahwa presiden hanya dapat dipilih kembali 

untuk satu kali masa jabatan, yang berarti bahwa orang yang sama akan dapat 

memegang jabatan sebagai presiden maksimal dua kali masa jabatan. 

Terkait dengan sifat executive heavy yang dibawakan oleh UUD 1945, pada 

amandemen pertama telah dilakukan perubahan dan penambahan atas pasal 5 (1), 

pasal 7, pasal 9, pasal 13 (2), pasal 14, pasal 15, pasal 17 (2) (3), pasal 20, dan pasal 

21, yang pada intinya mengatur pembatasan jabatan presiden, mengubah kewenangan 

legislatif yang semula di tangan presiden menjadi kewenangan DPR, serta menambah 

beberapa substansi yang membatasi kewenangan prseiden (Hidayat, 2002). 





Kewenangan-kewenangan tertentu yang sebelumnya dapat dilakukan sendiri oleh 

presiden, setelah amandemen harus dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan 

dari lembaga yang lain, seperti mengangkat duta dan konsul harus dengan 

pertimbangan DPR, memberi grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan Mahkamah 

Agung, dan memberikan amnesti serta abolisi harus dengan pertimbangan DPR. Hal 

itu jelas merupakan pengurangan terhadap kekwenangan presiden. 

Berkaitan dengan ketentuan sistem pemerintahan yang tidak tegas antara 

presidential dan parlementer, melalui amandemen UUD 1945 ditegaskan sistem 

pemerintahan presidential dengan munculnya ketentuan bahwa presiden dipilih secara 

langsung oleh rakyat (pasal 6A [1]). Dengan pemilihan secara langsung oleh rakyat, 

kosekuensinya bahwa presiden tidak lagi bertanggungjawab kepada MPR. MPR hanya 

dapat memberhentikan presiden di tengah masa jabatannya setelah adanya keputusan 

melanggar hukum yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi, yakni berupa 

pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau 

perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak 

lagi memenuhi syarat menduduki jabatannya. Presiden juga tidak bertanggungjawab 

kepada DPR baik langsung maupun tidak langsung, sehingga Presiden dan DPR tidak 

dapat saling menjatuhkan. Semua itu merupakan indikasi sistem pemerintahan 

presidential. 

Menyangkut perlunya kesempatan yang lebih luas bagi daerah untuk mengatur 

urusan daerahnya sendiri telah dilakukan amandemen terhadap pasal 18 UUD 1945 

dengan menambahkan beberapa ayat serta menambahkan pasal 18 A dan pasal 18 B. 

Dengan amandemen tersebut pemerintah daerah diberi kesempatan untuk nenjalankan 

otonomi seluasluasnya, adanya penghargaan dari pemerintah pusat atas keragaman 

daerah dan kekhususan yang terdapat pada daerah-daerah tertentu, serta pembagian 

kekuangan yang lebih adil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 

Sedangkan yang berkait dengan masalah hak asasi manusia sangat jelas tampak 

bahwa amandemen terhadap UUD 1945 telah memasukkan cukup banyak rumusanrumusan baru tentang hak asasi manusia dan Warga Negara dengan menambahkan 

pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J. Selanjutnya perubahan terhadap UUD dapat 

ditelaah dari beberapa segi yaitu menyangkut sistem perubahan dan 

prosedur/mekanisme perubahannya, bentuk hukum perubahannya, serta substansi 

materi yang diubah (Hidayat, 2002). 

Tentang sistem perubahan dan prosedur perubahannya, amandemen terhadap UUD 

1945 menggunakan landasan sistem dan prosedur yang ditentukan pasal 37 UUD 

1945. Mengenai bentuk hukumnya, secara teoritis dan praktek ketatanegaraan dikenal 

adanya pola perubahan yang secara langsung dituangkan dalam teks UUD yang lama 

dengan melakukan perubahan terhadap naskah aslinya (model Eropa Kontinental). Di 

samping itu ada pola addendum dimana substansi perubahannya dituangkan dalam 

suatu naskah yang terpisah dari naskah aslinya, sedangkan naskah asli itu sendiri 

dibiarkan tetap dengan rumusan aslinya (model Amerika Serikat). Dilihat dari aspek 

itu amandemen terhadap UUD 1945 dapat dikatakan mengikuti model Amerika 

Serikat. 

4. Peranan Konstitusi dalam Kehidupan Bernegara 

Secara umum dapat dikatakan bahwa konstitusi disusun sebagai pedoman dasar 

dalam penyelenggaraan kehidupan negara agar negara berjalan tertib, teratur, dan 

tidak terjadi tindakan yang sewenang-wenang dari pemerintah terhadap rakyatnya. 

Untuk itu maka dalam konstitusi ditentukan kerangka bangunan suatu negara, 

kewenangan pemerintah sebagai pihak yang berkuasa, serta hak-hak asasi Warga 

Negara. 

Menurut Strong (2008), tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenangwenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan 

pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Dengan konstitusi tindakan pemerintah yang 

sewenang-wenang dapat dicegah karena kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah 

telah ditentukan dalam konstitusi dan pemerintah tidak dapat melakukan tindakan 

semaunya di luar apa yang telah ditentukan dalam konstitusi tersebut. Di pihak lain, 

hak-hak rakyat yang diperintah mendapatkan perlindungan dengan dituangkannya 

jaminan hak asasi dalam pasal-pasal konstitusi. 

Sedangkan menurut Lord Bryce dalam (Chaidir, 2007), motif yang mendasari 

pembentukan konstitusi adalah untuk memberikan landasan dan pedoman dasar bagi 

penyelenggaraan ketatanegaraan suatu negara, membatasi tindakan pemerintah agar 

tidak bertindak sewenang-wenang, dan memberikan jaminan atas hak asasi bagi 

Warga Negara. 

Comments

Popular posts from this blog

CARA DAFTAR KIP KULIAH

Penagih hutang tewas dicekek nasabahnya dibekasi, pelaku ditangkap

"Sri Mulyani Pastikan Gaji ke-13 dan 14 PNS Tetap Cair di 2025, Isu Penghapusan Dibantah"